FAKTOR-FAKTOR YANG MEMICU PERTUMBUHAN DAN PENINGKATAN PEREKONOMIAN DI INDONESIA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMICU PERTUMBUHAN DAN PENINGKATAN PEREKONOMIAN DI INDONESIA

 

Oleh    : Yuni Yulianingsih

Universitas Gunadarma

Fakultas Ekonomi

 

 

 

 

PENDAHULUAN

Di era globalisasi ini banyak hal yang memicu terjadinya perkembangan dan peningkatan ekonomi di Indonesia, Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dunia usaha seperti sumberdaya manusia yang baik, pemasaran, sistem manajemen, aturan regulasi pemerintah dan sebagainya, dan tentu saja tidak kalah penting faktor modal atau pembiayaan. Setiap kegiatan usaha, baik usaha besar maupun usaha kecil dan menengah membutuhkan pembiayaan yang memadai untuk dapat berjalan dan berkembang. Dalam penyediaan dana tersebut, peran lembaga intermediasi sangat diperlukan untuk menghubungkan pemilik dana dan dunia usaha. Perbankan sebagai pemegang dana terbesar dalam perekonomian memegang peran yang sangat fital dalam

penyediaan dana bagi dunia usaha. Selain perbankan lembaga keuangan non bank lain seperti koperasi, lembaga simpan pinjam, dan lain sebagainya juga memiliki peran penting dalam menghimpun dana masyarakat yang dapat digunakan untuk investasi dan pembiayaan dunia usaha.beberapa hal yang dapat membantu meningkatnya perekonomian Indonesia adalah sebagai berikut, penamanam modal asing dari Negara luar,dari pajak-pajak yang didapat oleh Negara, dari bank-bank syariah,dari struktur pembiayaan UMKM, dari prospek perdagangan luar negeri, Investasi dan masih banyak lagi. Perkembangan suatu Negara itu tidak luput dari suatu pendapatan Negara. Jadi supaya Negara Indonesia semakin maju pendapatannya juga harus dikembangkan. Dan Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi negara berkembang tidak akan lepas dari peranan sumber dana dari luar negeri. Hal ini terjadi karena hampir semua negara berkembang tidak dapat mencukupi kebutuhan dana dari dalam negeri. Pertumbuhan investasi juga dapat mempengaruhi ekonomi suatu negara, berarti semakin besar bagian dari pendapatan yang bisa ditabung, sehingga investasin yang tercipta akan semakin besar pula. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang cukup besar untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut terjadi karena adanya upaya untuk mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. Indonesia masih belum mampu menyediakan dana pembangunan tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan saya menulis ini adalah agar pembaca dapat mengerti dan mengetahui perkembangan suatu perekonomian suatu Negara Indonesia

2. dan agar pembaca dapat mengetahui isi dari jurnal saya

3. Agar pembaca dapat mengetahui factor-faktor yang memicu pertumbuhan dan peningkatan perekonomian di Indonesia

 

 

 

TINJAUAN LITERATUR

 

Studi Fuad Erdal & Ekrem Tatoglu (2002) menjelaskan determinasi yang berhubungan dengan lokasi atas FDI dengan pendekatan analisis time series atas faktor lokasi utama yang mempengaruhi atas tingkat aliran FDI untuk periode tahun 1980-1998 di Turki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel penjelas yang signifikan berpengaruh positif terhadap variabel dependen FDI adalah ukuran market domestic, perdagangan luar negari, infrastruktur dan daya tarik domestik. Ketidakstabilan nilai tukar berpengaruh negatif dan signifikan, ketidakstabilan

ekonomi tidak signifikan.

 

Nagy dan Obenberger (1994) dalam penelitiannya mengklasifikasikan beberapa faktor lain

selain Accounting Information dan Self Image/Firm-Image Coincidence yang juga mempengaruhi seorang investor dalam melakukan investasi yaitu faktor Neutral Information,Classic, Social Relevance, Advocate Recommendation, dan Personal Financial Needs. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nagy dan Obenberger menyatakan bahwa investor sekarang berbeda, tidak lagi hanya melihat faktor-faktor yang sudah biasa saja namun juga memperhitungkan faktor-faktor lain sebelum melakukan investasi, dan faktor yang paling

diperhitungkan oleh investor pada penelitian Nagy dan Obenberger adalah estimasi keuntungan perusahaan di masa datang yang merupakan variabel economic untuk memaksimalkan kekayaan.

 

Al-Tamimi (2004) melakukan penelitian terhadap investor di Dubai (UAE) menyatakan bahwa estimasi laba perusahaan adalah faktor yang paling berpengaruh dalam pengambilan keputusan, sedangkan faktor religius tidak memberikan pengaruh terhadap pengambilan keputusan investasi.

Advocate Recommendation dimana sumber informasi dapat membangun gagasan dan

pemahaman berdasarkan rekomendasi yang telah diberikan dengan memperhatikan

kepentingan tetap dalam hasil pada kegiatan pokok investor, hal ini juga diungkapkan oleh

 

 

 

Hasil penelitian yang dilakukan Alok (2009), menunujukkan bahwa seorang investor lebih memperhatikan komposisi portofolio karena hal ini mempengaruhi pendapatan dalam jangka panjang, hasil/laba yang didapat dari portofolio sebelumnya, nasihat/berita yang dimuat di media cetak yang berhubungan dengan investasi, dan yang paling penting adalah mempertimbangkan keadaan makro ekonomi dan variabel yang digunakan dalam memperkirakan aliran dana di masa yang akan datang.

 

Studi Khasanah & Kurniawan (2005) secara khusus menganalisis faktor-faktor penentu investasi

asing langsung dalam memilih lokasi industry manufaktur di tingkat kabupaten/kota di Pulau Jawa. Faktor-faktor penentu tersebut adalah faktor tenaga kerja, faktor pasar, faktor efek aglomerasi, infrastruktur, waktu dan heterogenitas regional. Dalam penelitian ini terlihat bahwa variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan lokasi FDI adalah variabel dummy metropolitan, perpajakan, dana kredit domestik, dan market size serta factor ketersediaan tenaga kerja. Namun faktor yang berhubungan dengan pasar menjadi faktor utama bagi FDI untuk menentukan lokasinya (market seeker).

 

Studi Shaukat Ali dan Wei Guo (2005) menggunakan metode survei terhadap 22 industri di China. Faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi keputusan investor di China antar lain market size, growth, nilai tukar, pengembalian investasi, kebijakan insentif pemerintah, stabilitas politik, strategi global dari perusahaan, ekspor, teknologi & infrastruktur. Kesimpulan dari studi ini adalah market size merupakan faktor utama FDI khususnya perusahaan US. Penemuan lainnya adalah strategi global merupakan alasan berinvestasi di China.

 

Studi Masood A Badri (2007) menggunakan survei ke industri di 23 negara dan mendukung untuk memberikan instrumen yang valid dalam membantu studi dan dukungan untuk keputusan lokasi industri. Studi ini menghasilkan suatu instrumen untuk mengidentifikasi

kumpulan 14 faktor kritis atas lokasi industri yang telah dikembangkan dan disintesakan dari literatur. Faktor kritis yang tersebut antara lain faktor transportasi, tenaga kerja, raw materials, pasar, kawasan industri, ketersediaan utilitas, kondisi pemerintah, struktur pajak, iklim, dan masyarakat serta situasi politik, kompetisi global, regulasi pemerintah dan faktor-faktor ekonomi

 

Hasil penelitian Bank Indonesia (2004) mengungkapkan bahwa kelompok UMKM memang tidak, atau kurang berminat untuk memperoleh bantuan dana dari perbankan. Hanya 32% dari mereka yang masuk dalam kelompok usaha mikro dan usaha kecil yang menyatakan memerlukan bantuan modal dari pinjaman bank dan hanya 76% dari 32% yang membutuhkan tersebut menyatakan pernah meminta pinjaman kredit dari perbankan.

Hafidz dan Sondakh (1987) dari penelitian mereka di 27 propinsi di Indonesia secara tegas menyatakan bahwa kelompok miskin memerlukan bantuan pinjaman modal. Bank komersial tidak dapat dijadikan sandaran oleh kelompok miskin karena kelompok ini tidak akan mampu memenuhi persyaratan yang diminta oleh pihak bank (The Five C of Credit). Hal ini juga telah dikemukakan oleh Yunus (2006) bahwa ”Bank komersial mengharuskan adanya jaminan dan berbagai persyaratan administratif lainnya, yang tidak mungkin dipenuhi oleh mereka (kaum miskin).

Ahmed dan Kapur(1990) menganalisis efek inflasi dari kebijakan moneter dengan menggunakan estimasi OLS mereka menemukan bahwa inflasi di Indnesia hanyalah merupakan bagian dari suatu fenomena moneter. Variabel-variabel structural seperti harga impor dan harga beras berpengaruh terhadap inflasi domestic. kesimpulan yang mereka kemukakan adalah bahwa dengan pertumbuhan uang yang rendah akan dapat mengurangi inflasi, di sisi lain transmisi dan inflasi internasional akan mempunyai pengaruh yang besar dan dengan waktu yang segera

McLeod (1997), mengusulkan base money targeting sebagai pilihan terbaik baik Bank Indonesia dalam mengendalikan Inflasi. Alasannya bahwa kebijakan otoritas moneter akan direspon oleh inflasi dalam jangka menengah sampai jangka panjang melalui pengaruh terhadap supply base money.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PEMBAHASAN

 

Sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memicu pertumbuhan ekonomi suatu Negara. Dalam teori ekonomi pembangunan diketahui bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi dan investasi mempunyai hubungan timbal balik yang positif. Hubungan timbal balik tersebut terjadi oleh karena di satu pihak, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu negara, berarti semakin besar bagian dari pendapatan yang bisa ditabung, sehingga investasi yang tercipta akan semakin besar pula. Pasar modal Indonesia yang sekarang ini sedang membaik pasca krisis, yang dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang bertumbuh pada level 4,5%-5,5% dan diperkirakan akan meningkat untuk tahun-tahun berikutnya. Selain itu dengan naiknya indeks BEI (Bursa Efek Indonesia) dan Pasar modal Indonesia dilihat dari IHSG penutupan tahun 2007 sebesar 52,1%, 2008 sebesar 51,17%, dan 2009 sebesar 68,06%, sehingga Indonesia dinilai akan menjadi salah satu pilihan investasi utama dunia pada tahun 2010 sehingga dana-dana invetasi asing akan mengalir di Indonesia. dengan adanya Perekonomian global menuntut adanya sikap keterbukaan Indonesia terhadap pihak asing dalam pembangunan ekonomi nasional, khususnya dalam kebijakan penanaman modal. Di sisi lain, kepentingan dan kedaulatan ekonomi nasional harus menjadi tumpuan utama dalam setiap kebijakan di bidang perekonomian. Untuk menemukan jalan keluar atas polemik ini, kebijakan penanaman modal asing di Indonesia tentunya harus dikembalikan kepada hukum dasar (grundnorm) perekonomian nasional sebagaimana digariskan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 33 UUD RI Tahun 1945 memiliki tujuan yang ideal untuk memajukan kesejahteraan umum dan mewujudkan kedaulatan ekonomi nasional. Pada umumnya, negara berkembang meyakini penanaman modal sebagai suatu keniscayaan karena penanaman modal merupakan salah satu motor penggerak roda ekonomi agar suatu negara dapat mendorong perkembangan ekonominya selaras dengan tuntutan perkembangan masyarakatnya. Terdapat tiga sumber utama modal asing dalam suatu negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, yaitu pinjaman luar negeri (debt) dimana pinjaman luar negeri dilakukan oleh pemerintah secara bilateral maupun multilateral. Kedua adalah penanaman modal asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) dimana FDI merupakan investasi yang dilakukan swasta asing ke suatu negara, berupa cabang perusahaan multinasional, anak perusahaan multinasional, lisensi, joint ventura. Ketiga adalah investasi portofolio merupakan investasi yang

dilakukan melalui pasar modal (Didit&Indah, 2005 :26-47). Dengan adanya perkembangan investasi, perilaku keuangan sangat berperan dalam pengambilan keputusan seseorang untuk berinvestasi. Pengambilan keputusan keuangan untuk kegiatan investasi, akan sangat dipengaruhi oleh informasi yang didapat dan pengetahuan investor tentang investasi. Keputusan investasi seorang investor selama ini dilihat dari dua sisi yaitu, (1) sejauh mana keputusan dapat memaksimalkan kekayaan (economic) (2) behavioral motivation (keputusan investasi berdasarkan aspek psikologis investor). Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi negara berkembang tidak akan lepas dari peranan sumber dana dari luar negeri.sekarang ini.

pertumbuhan Industri PMA dan PMDN ini telah memainkan perananannyadalam perekonomian Indonesia. dengan adanya pertumbuhan perekonomian berarti taraf hidup masyarakat maka tuntutan kebutuhan juga meningkat menjadi lebih baik.

 

Berikut ini adalah masalah utama Investasi di Indonesia

 

Sumber: WEF (2007)

 

Pertumbuhan dan peningkatan perekonomian di Indonesia sudah banyak mengalami kemajuan ada beberapa factor-faktor lain yang mempengaruhinya yang membuat ekonomi meningkat seperti halnya adanya pertambahan jumlah wajib pajak adalah dengan menjalankan langkah-langkah ekstensifikasi. langkah ini akan secara signifikan meningkatkan angka penerimaan pajak dan dapat membantu perekonomian di Indonesia. pertambahan jumlah wajib pajak adalah salah satu agenda utama peningkatan kinerja penerimaan pajak.

tidak hanya pajak yang dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian Indonesia hadirnya bank di Indonesia yang berdasarkan system syariah telah menambah khasanah hukum dan mempertegas visi tentang kehidupan perbankan di Indonesia, karena sebagian besar bangsa Indonesia beragama Islam, sehingga kehadiran Bank berdasarkan syariah yang dilandasi unsur-unsur syariat Islam benar-benar seperti gayung bersambut. dan dengan hadirnya bank syariah ini dapat membantu ekonomi Indonesia. Pengembangan sebuah sistem perbankan berbasis Islam secara politis di Indonesia akhirnya diakui sebagai bagian dari upaya tujuan pembangunan nasional yaitu untuk mencapai terciptanya masyarakat adil dan makmur berdasarkan demokrasi ekonomi. Hal ini antara ditandai dengan peran aktif pemerintah dalam mengembangkan industri perbankan syariah yang diharapkan akan mampu menjadi langkah awal bagi pengembangan sistem ekonomi yang berlandaskan pada nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan yang sesuai dengan prinsip syariah. Peran aktif ini diturunkan tidak saja dalam level kebijakan perundangan, tetapi juga masuk dalam ranah praktis. Perbankan syariah di Indonesia merupakan bagian integral dari pengembangan sebuah sistem perbankan nasional dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API). API pada dasarnya merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan. Arah kebijakan pengembangan industri perbankan sebagaimana dirumuskan dalam API dilandasi oleh sebuah visi untuk mencapai sistem perbankan yang sehat, kuat dan evisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

 

 

 

 

 

dibawah ini adalah contoh gambar Kerangka Pengembangan Visi, Misi, Sasaran, dan Inisiatif Cetak Biru Perbankan Indonesia

 

nilai-nilai dasar

paradigma kebijakan

kondisi aktual

 

 

 

 

*Perspektif Makro                  *Faktor-faktor yg berpengaruh           *mekanisme pasar

*Perspektif mikro                    *Issue penting                                     *Prinsip kesetaraan

*Pendekatan bertahap dan

berkesinambungan

*patuh terhadap prinsip

syariah

 

inisiatif untuk mencapai sasaran

sasaran

Visi dan Misi

 

 

 

 

 

 

 

 

*Istiqomah dalam memenuhi prinsip Syariah                         *Inisiatif strategis

*Menerapkan prinsip kehati -hatian dan good                        *Tahapan

           corporate governance                                                           implementasi

*Berdaya saing dan efisien

*Mendukung kestabilan sistem perbankan

           dan memberikan manfaat yang luas

 

 

 

Inisiatif-inisiatif yang dirumuskan pada hakikatnya merupakan langkah praktis penerjemahan sasaran dan dibingkai dalam paradigma kebijakan sebagaimana disebutkan di atas yang dinilai penting oleh Bank Indonesia dan juga stakeholder lainnya. Inisiatif-inisiatif yang diambil secara umum diarahkan untuk mencapai sasaran dalam tiga tahap, yaitu tahap pertama antara tahun

2002-2004, tahap kedua antara 2004-2008, dan tahap ketiga antara 2008-2011

 

Tahap Implementasi dan Prioritas Inisiatif-inisiatif Cetak Biru

Perbankan Syariah

 

meletakkan landasan

pengembangan yang kuat bagi pertumbuhan

Memperkuat struktur

Industry perbankan

Syariah

Memenuh standar keuangan dan kualitas pelayanan internasional

Tahap I

(2002-2004)

Tahap II

(2004-2008)

Tahap III

(2008-2011)

Kepatuhan

kepada prinsip

syariah

· Meningkatkan

pemahaman konsep

keuangan syariah

· Menyusun normanorma

keuangan

syariah

· Melakukan kajian

tentang mekanisme

dan sistem

pengaturan dan

pengawasan yang

terintegrasi

· Mendorong

peningkatan

efekti

tas

pengawasan

· Mengembangkan

konsep insentif

kepatuhan pada

prinsip syariah

Mewujudkan konsep

rating yang terintegrasi

antara sisi syariah dan

keuangan

Ketentuan

kehati-hatian

· Menyempurnakan

ketentuan kehatihatian

dan good

corporate governance

berdasarkan

karakteristik

operasional bank

syariah

· Menyempurnakan

ketentuan jaringan

kantor

· Mengkaji mekanisme

umpan balik dalam

disain pengaturan

dan pengawasan

· Mengkaji penerapan

real-time supervision

· Mengembangkan

kerangka pengaturan

dan pengawasan

berbasis risiko

· Mengembangkan

konsep pengaturan

bagi kebijakan exit

dan entry

· Menerapkan realtime

Supervision

Mendorong terciptanya

self-regulatory system

Efisiensi operasi

dan daya saing

· Mendorong

tercapainya economies

of scale dan economies

of scope

· Meningkatkan

kualitas SDI

· Melakukan kerjasama

dengan lembaga

terkait

· Mendorong

peningkatan

efektivitas fungsi

dan peran arbitrase

syariah

· Mendorong aliansi

strategis

· Mewujudkan

kerjasama bagi

pembinaan dengan

lembaga terkait

Mendorong terciptanya

pemain berskala global

dan berdaya saing

internasional

Kestabilan

sistem dan

kemanfaatan

bagi

perekonomian

· Mendukung

terbentuknya

forum komunikasi

pengembangan

perbankan syariah

· Melakukan kajian

awal mengenai

potensi systemic cost

· Melakukan kajian

tentang penerapan

dan manfaat konsep

bagi hasil

· Mendorong aktifnya

forum informasi dan

kajian perbankan

syariah

· Mendorong

terlibatnya lembaga

rating dalam

kegiatan perbankan

· Menyusun konsep

deposit takaful yang

dapat meminimalkan

potensi systemic cost

· Melakukan kajian

voluntary sector

· Mendorong

peningkatan peranan

pembiayaan bagi

hasil

Mendorong

terwujudnya konsep

operasi perbankan/

keuangan syariah yang terintegrasi (kaffaah)

 

Sumber: Bank Indonesia (2002), Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia (Jakarta:Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia), hal. 21.

 

perkembangan Aset, Laba Tahun Berjalan, dan DPK Perbankan Syariah

2002-2009 dalam Miliyar Rupiah

Indicator

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

Asset

4.045

7.859

15,326

20.880

26,722

36,538

49,555

58.034

Pertumbuhan (%)

 

94,28

95,01

36,24

27,98

36,73

35,63

17,11

Laba tahun berjalan

54

43

162

298

414

628

605

558

Pertumbuhan (%)

 

-21,07

280,58

83,54

38,93

51,69

-3,66

-7,77

DPK

2918

5.725

11.862

15.584

20,672

28,012

36.852

45.381

Pertumbuhan (%)

 

96,21

107,20

31,38

 

35,51

31,56

23,14

 

Sumber: Bank Indonesia (2009), Statistik Perbankan Syariah September 2009 (Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia), Tabel 5, hal.5.

Catatan: Keterangan: 2002, 2003, 2004, dan 2005 disesuaikan dari data yang sebelumnya

dalam juta rupiah. Data per Desember untuk setiap tahun kecuali data 2009 merupakan

data per September.

 

Pertumbuhan pesat dalam aset perbankan syariah ini mengindikasikan bahwa sejumlah paket kebijakan pemerintah dan juga lembaga terkait relative mampu meningkatkan kesadaran masyarakat muslim Indonesia untuk terlibat aktif dalam industri perbankan syariah.

 

Berdasarkan prinsipnya Bank Syariah dapat menarik dana dalam bentuk sebagai

berikut :

a. Titipan (wadi’ah), yaitu simpanan yang dijamin keamanan dan pengembaliannya (guaranteed deposit), tetapi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan.

b. Partisipasi modal berbagai hasil dan berbagi resiko (non-guaranteed deposit) untuk investasi umum (general invesment account/mudharabah mutlaqah) dimana bank akan membayar bagian keuntungan secara proporsional dari portofolio yang akan didanai dengan modal tersebut.

c. Investasi khusus (special investment/mudhorohah muqoyyadah) dimana bank bertindak sebagai manager investasi untuk memperoleh fee. Jadi bank tidak ikut berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya mengambil resiko atas investasi tersebut.

 

Dengan demikian, sumber dana Bank Syariah adalah terdiri dari : (1) Modal (core capital), (2) Kuasi Ekuitas (Mudhorobah Account), dan (3) Titipan (Wadiah/Non-remunereted deposits).

Dari gambaran singkat tersebut jelas bahwa ruang lingkup usaha perbankan syari’ah dapat bersifat Universal banking, yaitu melakukan kegiatan commercial banking dan investment banking sekaligus. Jasa jasa yang diberikan meliputi :

 

1. Equity financing : yaitu melalui akad-akad bagi hasil (profit and loss sharing) balk dalam bentuk musyarokah (joint venture profit sharing) maupun dalam bentuk mudharabah (trustee profit sharing).

2. Debt Financing : yaitu melalui akad-akad jual beli (al bai’) yang meliputi semua tipe kontrak pertukaran barang dan jasa (contract of exchange). Penyerahan jumlah atau harga barang dan jasa itu dapat dilakukan dengan tunai atau dengan tangguh. Oleh karena itu syarat-syarat al bai ‘ dalam debt financing menyangkut berbagai tipe dari jual beli tangguh (deferred contract of ‘exchange). Adapun kontrak jual beli itu meliputi :

a. Al-Muharabah, yaitu kontrak jual beli dimana barang yang dijual belikan diserahkan segera, sedangkan harga (biaya pokok ditambah keuntungan yang disepakati bersama) dibayar dikemudian hari, baik sekaligus, (lumpsum deferred payment) maupun secara angsuran (installment deferred payment). Yang disebut terakhir itu disebut juga dengan al-bai’ bi tsaman ajil.

b. Bai’ as Salam, yaitu kontrak jual beli dimana harga atas barang yang diperjual belikan dibayar segera (sekaligus), sedangkan penyerahan atas barang tersebut dilakukan kemudian.

c. Bai’ al istisna’, hampir sama dengan salam, tetapi harga dapat diangsur,

sedangkan barang yang dibeli diproduksi dan diterapkan kemudian.

d. Al-Ijarah, yaitu sewa tanpa pilihan pemindahan kepemilikan.

e. Ijarah wa Iqtina/Ijarah Muntahia bi Tamlik, yaitu sewa dengan pilihan untuk

membeli barang yang disewa tersebut setelah masa sewa selesai.

 

Jasa-jasa lainnya dibidang lalu-lintas pembayaran yang meliputi :

a. Qard, yaitu penyediaan dana pinjaman tanpa imbalan kepada pihak-pihak yang

patut mendapatkannya.

b. Rahn, yaitu akad penggadaian barang (saat ini diterapkan sebagai akad tambahan

dalam akad pembiayaan bank syari’ah).

c. Kaflah, yaitu akad jaminan (diterapkan sebagai prinsip penerbitan bank garansi).

d. Sharaf, yaitu prinsip yang diterapkan dalam transaksi pertukaran valuta asing.

e. Hiwalah yaitu akad pemindahan utang piutang dari satu pihak kepada pihak lain.

f. Wakalah, yaitu akad perwakilan, diterapkan antara lain dalam penerbitan Letter of Credit (L/C), jasa transfer dan collection.

g. Jialah, yaitu kontrak dimana pihak pertama manjanjikan imbalan tertentu kepada pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas atau pelayanan yang dilakukan pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama.

 

 

agar dapat meningkatkan pertumbuhan Indonesia perlu dikembangkannya juga kelompok usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah (UMKM)), serta meningkatkan peran serta koperasi dalam proses pemberdayaan UMKM semoga dapat membantu perekonomian Indonesia. Selain menggunakan modal sendiri, sumber modal eksternal yang digunakan oleh pengusaha UMKM mempunyai komposisi terdiri dari sebagian pinjaman diperolah dari pihak lain dan seluruh pinjaman dari pihak lain. Sumber modal yang berasal dari internal perusahaan (equity financing) hanya menempati posisi kedua (40,00%) dari total sumber modal. Pada kelompok equity financing ini ternyata didominasi oleh pedagang kecil/eceran dan rumah makan/restoran kecil dengan persentase masing-masing sebesar 37,50 persen dan 31,25 persen. Disamping itu, 50,00 persen pengusaha UMKM menggunakan dana sebagian berasal dari hutang (debt financing).

Definisi skala usaha

Skala usaha dapat didefinisikan berdasarkan nilai asset dan nilai penjualan, seperti dalam beberapa definisi berikut:

Usaha Mikro (uM) adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara lndonesia, secara individu atau tergabung dalam Koperasi dan memiliki hasil penjualan secara individu paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per tahun sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan No.1ZpMK.06/2005 tangggal 14 Februari 2005 tentang Pendanaan Kredit usaha Mikro dan Kecil.

 

usaha Kecil (UK) adalah usaha yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) usaha produktif milik Warga Negara Indonesia yang berbentuk badan usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbentuk hukum, atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi

2) bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar dan

3) memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan maksimum Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) per tahun; sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.9 tahun 1995

 

Usaha Menenoah (UM) adalah usaha produktif yang berskala menengah dan memenuhi kriteria kekayaan bersih lebih besar dari Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) di luar tanah dan bangunan tempat usaha atau yang memiliki hasil penjualan maksimum Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) per tahun sebagaimana dimaksud dalam lnstruksi Fresiden Republik lndonesia No.10 tahun 1999 tentang Femberdayaan Usaha Menengah. Sedangkan usaha besar (UB) tentusaja usaha yang kekayaan dan penjualannya lebih besar dibandingkan usaha menengah.

 

Peran Penting UKM dalam perekonomian Pada tabel 1 dapat dilihat jumlah unit usaha kecil (UK), menengah (UM), dan besar (UB) di Indonesia dari tahun 2000 sampai 2006. Dari total unit usaha yang ada jumlah UK mendominasi sebesar 99,78 persen, disusul UM sebesar 0,2 persen dan UB sebesar 0,1 persen. Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa sebagian besar unit usaha yang ada adalah UK. Pembangunan UK, dan juga UM, tentu saja berdampak besar terhadap perekonomian.

 

Tabel 1

Persentase Unit Usaha Kecil, Menengah dan Besar Tahun 2000-2006

 

 

Persentase dari total usaha

 

 

 

 

Tahun

 

Kecil

Menengah

Besar

Total

2000

99,79

0,20

0,01

100

2001

99,78

0,20

0,01

100

2002

99,78

0,20

0,01

100

2003

99,78

0,20

0,01

100

2004

99,78

0,21

0,01

100

2005

99,78

0,20

0,01

100

2006

99,77

0,20

0,01

100

Rata-rata

99,78

0,2

0,01

100

 

 

Pembayaran juga menjadi komponen penting dalam setiap kegiatan transaksi perdagangan barang dan jasa. Suatu perekonomian tidak akan terdapat perdagangan apabila tidak terdapat pembayaran. Keberhasilan sistem pembayaran dapat mendukung perkembangan sistem keuangan dan perbankan sedangkan risiko ketidaklancaran atau kegagalan sistem pembayaran akan memberikan dampak yang kurang baik pada kestabilan perekonomian. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka sistem pembayaran perlu diatur dan dijaga keamanan serta kelancarannya oleh suatu lembaga yang biasanya dilakukan oleh bank-bank sentral yang ada di Indonesia.

 

Berikut ini adalah contoh Peranan Bank Indonesia dalam system pembayaran dan instrument system pembayaran :

 

Peranan Bank Indonesia Dalam Sistem Pembayaran

Dalam UU No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, disebutkan bahwa salah satu tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral adalah menyelenggarakan, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Yaitu dengan jalan memperluas, memperlancar, dan mengatur lalu lintas pembayaran giral dan menyelenggarakan kliring antar bank. Untuk itu Bank Indonesia memiliki wewenang untuk menetapkan kebijakan, mengatur, melaksanakan, dan memberi persetujuan, perijinan dan pengawasan atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran. Jadi salah satu peran Bank Indonesia dalam sistem pembayaran adalah sebagai regulator, fasilitator, dan katalisator pengembangan sistem pembayaran. Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan efisiensi sistem pembayaran nasional dan memperkuat sistem penEawasan (oversight) system pengawasan dengan mewujudkan perlindungan konsumen system pembayaran di Indonesia. Namun penyempurnaan dan pengembangan sistem pembayaran yang dilakukan oleh Bank Indonesia harus disesuaikan dengan kebutuhan pengguna sistem pembayaran serta diarahkan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan jasa sistem pembayaran. Dalam kaitannya dengan pengawasan sislem pembayaran, Bank Indonesia memiliki tanggung jawab agar masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem pembayaran yang efisien, cepat, tepat dan aman. Fungsi pengawasan sistem pembayaran ini selain berwenang untuk memberikan izin operasional terhadap pihak yang menyelenggarakan kegiatan di bidang sistem pembayaran juga berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun pihak lain di luar Bank Indonesia.

 

 

 

Instrumen Sistem Pembayaran

Instrumen pembayaran dapat berupa tunai maupun non tunai dalam bentuk warkat maupun non warkat. Instrumen pembayaran tunai berupa mata uang yang berlaku di Indonesia,yaitu Rupiah. Sedangkan instrumen pembayaran nontunai dapat berbentuk warkat seperti cek, bilyet giro, nota debet dan nota kredit serta instrumen yang berbentuk non warkat seperti Kartu ATM, kartu debet dan kartu kredit. Dengan semakin banyaknya inovasi yang dilakukan perbankan untuk memenuhi kebutuhan konsumen, fenomena yang teriadi saat ini adalah semakin meningkatnya penggunaan Instrumen pembayaran yang berbentuk non warkat seperti kartu ATM, kartu debet dan kartu kredit serta instrumen pembayaran berbasis Internet/Telepon juga sudah mulai ramai diminati oleh konsumen. Jasa electronic Banking melalui internet atau telepon ini telah disediakan oleh sejumlah bank besar di Indonesia sejak pertengahan 1999. Dengan semakin berkembangnya perekonomian maka peran sistem pembayaran nontunai akan semakin penting.

 

Perkembangan Slstem Pembayaran Dl lndonesia

Perkembangan sistem pembayaran disetiap negara berbeda-beda sesuai dengan kondisi ekonomi dan sistem keuangan negara tersebut. Pada awalnya, jasa sistem pembayaran di Indonesia, banyak dilakukan melalui sistem yang diselenggarakan oleh PT. Pos Indonesia. Namun sejalan dengan semakin memasyarakatnya sistem perbankan di Indonesia, jasa sistem pembayaran mulai dilakukan melalui sistem perbankan. Bahkan sampai dengan saat ini sistem perbankan sangat mendominasi perannya dalam sistem pembayaran. Sementara itu dengan berkembangnya teknologi informasi, instrumen sistem pembayaran yang pada awalnya menggunakan warkat dan dnyelesaiannya dilakukan melalui sistem kliring lokal atau antar daerah, kini mulai menggunakan instrumen berbasis elektronik seperti Fleal Time Gross Setttament (BI-RTGS) yang mulai dioperasikan oleh Bank Indonesia sejak November 2000. Sistem BI-RTGS ini, merupakan salah satu fasilitator yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia untuk meningkatkan keandalan, kecepatan, dan kepastian dalam mengirim dan menerima dana. Selain sistem BI-RTGS, program pengembangan system pembayaran nasional lain yang telah dikembangkan, antara lain, Sistem Kliring Elektronik Jakarta (SKEJ) dimana transmisi warkat kliring dilakukan

secara online menggunakan kornputer dan alat komunikasi elektronik, Penetapan .;fadwal Kliring T+ 0, Bank Indonesia Layanan Informasi dan Transaksi antar Bank secara Elektronis (BI-LINE) yang merupakan system transfer dana elektronik secara real time yang penggunaannya hanya terbatas untuk Lembaga Keuangan Bukan Bank atau kantor pemerintah tertentu, Sistem Transfer Dana dalam US dollar di Indonesia, dan Sistem Kliring Nasional.

 

Sistem Pembayaran Rltel/Nllal Kecll vs Slstem Pembayaran Nilai Besar (Retail Payment System/Small Value vs HIgh Value Payment System)

Jenis pembayaran di lndonesia dapat diklasifikasikan menjadi system pembayaran ritel /Nilai Kecil (Retail Payment 91stem/Small Value) dan Sistem Pembayaran Nilai Bes4r (High Value Payment System). Sistem pembayaran ritel biasanya digunakan untuk jenis transaksi dana dibawah Rp.100 juta, Transaksi individual (cek,Bilyet Giro dan transfer), transaksi kartu kredit kartu debit serta transaksi bulk (payroll;pub’lic service utilities). Sedangkan sistem pembayaran nilai besar bidsahya sering digunakan untuk jenis transaksi dana diatas Rp.100 juta, transaksi yang bersifat urgen serta transaksi dalam pasar modal, valuta asing, jual beli surat berharga dan pasar uang.

            Sebagian besar pembayaran ritel dengan menggunakan instrumen pembayaran non tunai seperti cek, bilyet giro, dan nota kredit, penyelesaian pembayarannya biasa dilakukan melalui proses kliring. Sedangkan untuk pembayaran yang bernilai besar biasanya menggunakan sistem BI-RTGS. Perbedaan dari kedua sistem ini adalah waktu penyelesaian akhir transaksi (setelmenl. Pada sistem kliring dilakukan pada akhir hari terjadinya transaksi sedangkan pada sistem RTGS dilakukan pada setiap transaksi.

Pada sistem pembayaran non tunai, saat ini penyediaan layanan jasa pembayaran sebagian besar dilakukan oleh perbankan baik melalui rekening bank di Bank Indonesia, hubungan bilateral antar bank maupun melalui jaringan internal bank yang dimilikinya. Layanan pembayaran dana antar nasabah tersebut biasanya dilakukan melalui transfer elektronik, sistem kliring maupun melalui sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (B|-RTGS). Dari sisi instrumen pembayaran, secara historis sistem pembayaran non tunai di Indonesia didominasi oleh instrumen pembayaran berbasis warkat, namun dalam perkembangannya instrument

elektronik mulai banyak berperan terutama seiak dioperasikannya sistem Bl’ RTGS untuk penyelesaian transaksi bernilai besar atau urgent.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Karakteristik sistem pembayaran Nilai Kecil dan Nilai Besar

System pembayaran nilai kecil

Sistem pembayaran nilai besar

Nilai transaksi relatif kecil.

Volume transaksi relatif besar.

Risiko relatif kecil.

Pelakunya relatif luas, mulai dari

perorangan sampai dengan

perusahaan besar.

Pengembangan disain dan

operasional lebih ditekankan pada

pertimbangan faktor efisiensi

seperti bagaimana sistem

pembayaran retail dengan volume

transaksi yang relatif besar dapat

diproses dengan efisien dengan

tetap meminimalisir risiko yang

Misal :cek, gi ro,transf er, kartu

kredit,kartu debit,pembayaran gaji

dan tagihan airllistrik/telepon.

Nilai transaksi relatif kecil.

Volume transaksi relatif besar.

Risiko relatif kecil.

Pelakunya relatif luas, mulai dari

perorangan sampai dengan

perusahaan besar.

Pengembangan disain dan

operasional lebih ditekankan pada

pertimbangan faktor efisiensi

seperti bagaimana sistem

pembayaran retail dengan volume

transaksi yang relatif besar dapat

diproses dengan efisien dengan

tetap meminimalisir risiko yang

Misal :cek, gi ro,transf er, kartu

kredit,kartu debit,pembayaran gaji

dan tagihan airllistrik/telepon.

 

Sumber: Materi system Pembayaran,Bank lndonesla     

 

adanya inflasi juga sangat penting dalam menganalisi perekonomian suatu Negara, terutama berkaitan dengan dampaknya yang luas terhadap variable mikriekonmi agrerat. sebelum terjadinya krisis keuangan asia yang melanda perekonomian Indonesia pada tahun 1998, Bank Indonesia sebagai institusi yang bertanggung jawab terhadap kestabilan tingkat inflasi telah secara diinformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan moneter yang mempertahankan inflasi yang rendah, demikian juga dalam memelihara dan mengelola stabilitas nilai tukar. jadi kalo ingin perekonomian Indonesia maju Inflasi harus ditingkatkan.

 

 

berikut ini adalah permasalahan ekonomi yang dhadapi oleh bangsa Indonesia

 

1. Kemiskinan

Data BPS menunjukkan bahwa angka kemiskinan Indonesia pada tahun 2008 masih berada pada tingkat yang cukup tinggi, yaitu 15,42. Angka ini memang lebih rendah dibanding dengan angka kemiskinan tahun sebelumnya. Namun demiian apabila jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2008 sekitar 240 juta jiwa, berarti masih ada sekitar 36 juta jiwa penduduk Indonesia yang hidup dalam kemiskinan. Jumlah pen-duduk miskin ini merupakan masalah yang cukup berat bagi pemerintah Indonesia. Pemerintah harus menyediakan subsidi (BLT) yang semakin besar, sementara kemampuan keuangan pemerintah (dari dalam negeri) juga tidak lebih baik.

 

2. Ketidakmerataan pendapatan masyarakat

Hasil pembangunan ekonomi nasional seharusnya dapat dinikmati oleh seluruh penduduk Indonesia secara merata. Namun kenyataannya, kelompok penduduk menengah ke atas cenderung lebih banyak menikmati hasil pembangunan tersebut. Data tahun 2004 yang pada tahun 2008/2009 mungkin juga tidak mengalami perubahan secara signifikan, menunjukkan bahwa 40% penduduk Indonesia yang berpendapatan rendah menikmati hasil pembangunan

(pembagian pendapatan) sebesar 20,8%; 40% penduduk Indonesia yang berpendapatan menengah menikmati hasil pembangunan (pembagian pendapatan) sebesar 37,1%; dan 20% penduduk Indonesia yang berpendapatan tinggi menikmati hasil pembangunan (pembagian pendapatan) sebesar 42,1%. (Kuncoro, M., 2006: 140). Indeks Gini pun menunjukkan angka yang cukup besar yaitu 0,376 pada tahun 2007. Hal ini berarti bahwa hasil pembangunan ekonomi dalam bentuk pendapatan nasional masih lebih banyak dinikmati oleh penduduk yang berpendapatan menengah ke atas. Dengan kata lain masih terjadi ketidakmerataan pembagian pendapatan sebagai hasil pembangunan ekonomi nasional.

 

 

3. Pengangguran

Data BPS menunjukkan bahwa angka pengangguran terbuka pada tahun 2009 dibanding dengan tahun sebelumnya menunjukkan kenaikan hingga menjadi 9%. Apabila jumlah penduduk Indonesia pada pertengahan 2009 naik menjadi sekitar 242,5 juta jiwa, ini berarti jumlah penganggur di Indonesia pada tahun 2009 menjadi sekitar 21,82 juta jiwa. Jumlah penganggur ini merupakan masalah yang berat bagi pemerintah Indonesia, karena kemampuan pemerintah untuk menyediakan lapangan kerja pada tahun 2009 masih jauh dari jumlah tersebut.

 

4. Inflasi yang relatif masih cukup tinggi

Data Moneter Bank Indonesia 2009 menunjukkan bahwa tingkat inflasi pada bulan Januari 2009 adalah 9,17%. Tingkat inflasi ini lebih rendah dibanding tingkat inflasi pada bulan Desember 2008 yaitu 11,06%. Namun demikian, tingkat inflasi itu masih harus ditekan lebih rendah lagi agar daya beli masyarakat bisa meningkat, sehingga kesejahteraannya juga meningkat.

 

5. Ketergantungan terhadap luar negeri cukup tinggi

Dalam aspek produksi tertentu, pemerintah Indonesia masih bergantung pada (diatur) luar negeri, misalnya dalam hal pengelolaan SDA (sumber daya alam). Hal ini mengakibatkan hasil yang diperoleh bangsa Indo-nesia dari pengelolaan SDA tersebut menjadi tidak optimal. Utang luar negeri pun semakin meningkat, (tahun 2009 mencapai Rp1.667 Triliun). Akibatnya lebih dari 30% APBN digunakan untuk membayar angsuran utang luar negeri. Jumlah angsuran sebesar itu tentu akan mengganggu pelaksanaan pembangunan nasional, yang pada akhirnya akan mengurangi kesejahteraan rakyat. Pada umumnya, negara berkembang meyakini penanaman modal sebagai suatu keniscayaan karena penanaman modal merupakan salah satu motor penggerak roda ekonomi agar suatu negara dapat mendorong perkembangan ekonominya selaras dengan tuntutan perkembangan masyarakatnya.2 Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan oleh negara adalah menarik sebanyak mungkin investasi asing masuk ke negaranya.

 

 

 

KESIMPULAN

 

 

1. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada periode 1990-1996 relatif pesat yaitu, mencapai 5-7%.Sedangkan  pada  tahun 1998 tingkat pertumbuhannya bernilai negatif yaitu, sebesar -13,1% akibat krisis moneter pada tahun 1997. Barulah pada tahun 1999 ada peningkatan meskipun hanya sebesar 0,9%. Dan pada periode 2000-2010 pertumbuhannya mulai membaik berkisar 3-6%. Indonesia merupakan negara yang paling cepat menglami pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Namun semenjak tahun 1997 peningkatannya lambat akibat krisis ekonomi.

 

2. Pertumbuhan ekonomi tidak tumbuh begitu saja tapi terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, pertambahan jumlah wajib pajak, kehadiran Bank berdasarkan syariah, mengembangkan juga kelompok usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah (UMKM),pembayaran, Investasi, inflasi dll.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

● Christanti Natalia, 2011 “FAKTOR-FAKTOR YANG DIPERTIMBANGKAN INVESTOR DALAM MELAKUKAN INVESTASI”, Jurnal Manajemen Teori dan Terapan, No. 3

● Endri, 2006 “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI DI INDONESIA”, Jurnal ekonomi Pembangunan, Vol 13 No. 1

● Dewi intanie Vera, 2006 “PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

DI INDONESIA”, Bina Ekonomi, Vol. 10

● Azazi Anwar, Erdy, Fauzan rizqi, Juniwati 2010 “STRUKTUR PEMBIAYAAN UMKM DI KOTA PONTIANAK PASCA KENAIKAN HARGA BBM MEI 2008”, Jurnal Ekonomi Bisnis dan Kewirausahaan, Vol. 1 No. 1

●Utama Chandra, 2007 “PELUANG MEMBANGUN PEREKONOMIAN NASIONAL DENGAN PERBAIKAN SISTEM PEMBIAYAAN BAGI USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM)”, Bina Ekonomi Majalah llmiah Fakultas Ekonomi Unpar. Vol 11 No.2

● Zaenuddin Muhammad, 2009 “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

INVESTASI PMA DI BATAM”,JEJAK, Volume 2, Nomor 2

● Sarwedi, 2002 “INVESTASI ASING LANGSUNG DI INDONESIA

DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA”, Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 4, No. 1

●Inggrid, 2006 “Sektor Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia: Pendekatan Kausalitas dalam Multivariate Vector Error Correction Model (VECM)”, URNAL MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN, VOL.8, NO. 1

● Maryati Tuti Dewi, “Sektor Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia: Pendekatan

Kausalitas dalam Multivariate Vector Error Correction Model (VECM)”,

● Setiyadi Gunawan, Amir Hidayat, 2004 “EVALUASI SISTEM PERPAJAKAN INDONESIA”

● Sugiharsono, 2009 “SISTEM EKONOMI KOPERASI SEBAGAI SOLUSI MASALAH PEREKONOMIAN INDONESIA: MUNGKINKAH?”, Jurnal Ekonomi dan pendidikan, volume 6 nomer 1.

● Wiradirja Imas Rosidawati, “PENGEMBANGAN SISTEM PERBANKAN SYARIAH SUATU PELUANG DAN TANTANGAN UNTUK MENINGKATKAN PEREKONOMIAN NASIONAL”

● Irfani Nurfaqih, 2009 “REVITALISASI HUKUM DASAR PEREKONOMIAN NASIONAL DALAM HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA”

● Andriansyah Yuli, 2009“Kinerja Keuangan Perbankan Syariah di Indonesia dan Kontribusinya bagi Pembangunan Nasional”, Vol. III, No. 2

● Zulhartanti Sri, “PERANAN KOPERASI DALAM PEREKONOMIAN INDIONESIA”,

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN

 

Tinggalkan komentar